Breaking News

Rabu, 29 Mei 2019

MELAFAZKAN NIAT.., SIAPA TAKUT?

Bagian III


 Pada bagian sebelumnya kita sudah berwisata ke kitabnya ulama hanafiyah, sekarang kita coba berwisata ke kitabnya ulama Malikiyah dan syafi'iyah.

2. Mazhab Maliki
a. Salah seorang ulama madzhab Maliki, Syeikh Ahmad bin Muhammad ash-Shawi al-Maliki (w 1214 H) dalam Hasyiyah-nya, beliau mengatakan :

وَالنِّيَّةُ: قَصْدُ الشَّيْءِ وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ وَجَازَ التَّلَفُّظُ بِهَا وَالْأَوْلَى تَرْكُهُ فِي صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهَا وَهِيَ فَرْضٌ فِي كُلِّ عِبَادَةٍ.
(حاشية الصاوي على الشرح الصغير ١/٣٠٤)

“Niat adalah berkeinginan terhadap sesuatu, tempatnya adalah di dalam hati, diperbolehkan melafazkannya, akan tetapi lebih utama adalah meninggalkanya, baik dalam shalat atau ibadah lainnya, niat hukumnya wajib dalam setiap ibadah.
(Hasyiyah ash-Shawi ‘ala asy-Syarhi ash-Shaghir,  1/304 versi maktabah).

b. Al-‘Allamah ad-Dardir al-Maliki (w 1204 H) menyebutkan dalam kitab asy-Syarhu al-Kabir:

(وَلَفْظُهُ) أَيْ تَلَفُّظُ الْمُصَلِّي بِمَا يُفِيدُ النِّيَّةَ كَأَنْ يَقُولَ نَوَيْتُ صَلَاةَ فَرْضِ الظُّهْرِ مَثَلًا (وَاسِعٌ) أَيْ جَائِزٌ بِمَعْنَى خِلَافِ الْأَوْلَى .وَالْأَوْلَى أَنْ لَا يَتَلَفَّظَ لِأَنَّ النِّيَّةَ مَحَلُّهَا الْقَلْبُ وَلَا مَدْخَلَ لِلِّسَانِ فِيهَا.
(حاشية الدسوقي على الشرح الكبير

Melafazkannya yaitu pengucapan orang yang hendak shalat dengan sesuatu yang dapat memberikan manfaat bagi niat (menguatkan niat) seperti mengucapkan, “Saya berniat shalat fardhu Zhuhur.” Luas yaitu boleh, maksudnya boleh menyelisihi pendapat yang lebih utama. Adapun yang lebih utama adalah tidak melafazkannya (niat), karena niat tempatnya di dalam hati dan tidak ada tempat masuk bagi lisan.
(Syarhu al-Kabir, Ad-Dardir, 233).

Bagi yang ingin mendownload versi pdf silahkan klik tautan dibawah

asy-Syarhu al-Kabir

Perhatikan kedua ulama malikiyah diatas, walaupun dalam pandangan mazhab ini tidak melafazkan niat merupakan hal yang paling utama, tetapi tidak serta merta mereka meremehkan pendapat yang berbeda dengan mazhabnya, bahkan mereka masih tetap membolehkan untuk melafazkan niat.

3. Mazhab Syafi'i
Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi atau lebih dikenal sebagai Imam Nawawi (w 676 H) seorang ulama besar dalam mazhab Syafi'i mengatakan :

النِّيَّةُ الْوَاجِبَةُ فِي الْوُضُوءِ هِيَ النِّيَّةُ بِالْقَلْبِ وَلَا يَجِبُ اللَّفْظُ بِاللِّسَانِ مَعَهَا: وَلَا يجزئ وحده وان جمعها فَهُوَ آكَدُ وَأَفْضَلُ هَكَذَا قَالَهُ الْأَصْحَابُ وَاتَّفَقُوا عَلَيْهِ
(المجموع شرح المهذب ١/٣١٦)

“Niat yang wajib ketika berwudhu adalah niat di dalam hati, tidak wajib melafazkannya dengan lisan dan tidak sah bila niat hanya di lisan saja (tanpa ada niat dalam hati), dan apabila niat dalam hati digabung dengan melafazkannya dengan lisan maka itu lebih kuat dan lebih afdhal, seperti inilah pendapat ualma Syafi’i dan mereka sepakat tentang ini.
(Majmu' syarah muhadzdzab 1/316)

Sangat jelas pernyataan imam Nawawi yang mewakili mazhab Syafi'i bahwa mengabungkan antara niat di hati dan melafazkannya adalah lebih afdhal...

Setelah kita membaca pendapat 3 Mazhab dari mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi'i belum kita temui yang mempermasalahkan melafazkan niat....

Nah tinggal satu mazhab lagi yang belum kita bahas yaitu mazhab Hanbali, apakah mazhab ini mempermasalahkannya?

Tunggu jawabannya berikutnya, Insya Allah...

✍Abi Aufa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By