Breaking News

Rabu, 11 Juni 2014

Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin Tentang Dzikir Suara Keras

Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin
Tentang Dzikir Suara Keras
الجهر بالذكر بعد الصلاة
وسئل فضيلة الشيخ: ما الأذكار التي يرفع الإنسان بها صوته بعد الصلاة المكتوبة؟ وما قولكم في قول بعضهم إن رفع الصوت في عهد النبي صلى الله عليه وسلم من أجل التعليم؟
فأجاب فضيلته بقوله: الأذكار التي يرفع الإنسان بها صوته بعد المكتوبة: كل ذكر يشرع بعد الصلاة، لما ثبت في صحيح البخاري من حديث ابن عباس رضي الله عنهما قال: "كان رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة على عهد النبي صلى الله عليه وسلم، قال: وكنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعتهم"()، فدل هذا على أن كل ما يشرع من ذكر في أدبار الصلاة فإنه يجهر به.
وأما من زعم من أهل العلم أنه كان يجهر به في عهد النبي صلى الله عليه وسلم للتعليم، وأنه لا يسن الجهر به الآن فإن هذا في الحقيقة مبدأ خطير، لو كنا كلما جاءت سنة بمثل هذا الأمر قلنا إنها للتعليم، وأن الناس قد تعلموا الآن فلا تشرع هذه السنة لبطل كثير من السنن بهذه الطريقة،
ثم نقول: الرسول عليه الصلاة والسلام قد أعلمهم بما يشرع بعد الصلاة، كما في قصة الفقراء الذين جاءوا إلى النبي صلى الله عليه وسلم [في أن الأغنياء سبقوهم فقال: "ألا أخبركم بشيء تدركون به من سبقكم" ؟ ثم ذكر لهم أن يسبحوا ويكبروا ويحمدوا ثلاثاً وثلاثين]. فقد علمهم بالقول صلى الله عليه وسلم.
فالصواب في هذا أنه يشرع أدبار الصلوات المكتوبة أن يجهر الإنسان بكل ما يشرع من ذكر سواء بالتهليل، أو بالتسبيح أو الاستغفار بعد السلام ثلاثاً أو بقول: اللهم أنت السلام، ومنك السلام، وتباركت يا ذا الجلال والإكرام (مجموع فتاوى ورسائل ابن عثيمين 13 / 176)

“Mengeraskan Dzikir Setelah Salat”
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya bahwa dzikir apa saja yang dibaca dengan keras setelah salat wajib? Apa pendapat anda mengenai perkataan bahwa mengeraskan dzikir setelah salat di masa Nabi Saw adalah untuk mengajarkan?
Syaikh Ibnu Utsaimin menjawab: Dzikir yang dibaca dengan suara keras setelah salat adalah setiap dzikir yang disyariatkan setelah salat. Berdasarkan riwayat sahih dalam kitab Sahih Bukhari dari Ibnu Abbas, ”Sesungguhnya mengeraskan (bacaan) dzikir setelah para sahabat selesai melakukan salat wajib sudah ada sejak masa Nabi Muhammad Saw.” Ibnu Abbas berkata: “Saya mengetahui yang demikian setelah mereka melakukan salat wajib dan saya mendengarnya”. Hadis ini menunjukkan bahwa setiap dzikir yang disyariatkan setelah salat adalah dibaca dengan suara keras.
Adapun anggapan sebagian ulama bahwa mengeraskan dzikir di masa Nabi Saw adalah untuk mengajarkan dan sekarang sudah tidak disunahkan lagi, maka sebenarnya ini adalah menjadi pangkal permasalahan. Sebab jika kita katakana bahwa setiap sunah yang dibawa oleh Rasulullah sebagai sebuah pengajaran, dan sekarang semua orang telah mengetahui sehingga tidak disyariatkan lagi, maka rusaklah ajaran-ajaran sunah dalam sudut pandang seperti ini. Kami berkata bahwa Rasulullah telah mensyariatkan dzikir setelah salat dan Rasulullah mengajarkan secara ucapan [bacaan dzikir]. Yang benar dalam masalah ini adalah disyariatkan setelah salat wajib untuk mengeraskan setiap dzikir, baik tahlil, tasbih, istighfar dll.
السائل: لكن السنة أن يجهر به! الشيخ: السنة أن يجهر، ولكن إذا كان إماماً فينبغي أن يبلغ المأمومين قبل ذلك، ويقول: يا إخوان! السنة هي الجهر (لقاء الباب المفتوح 62 / 12)
“Penanya: Akan tetapi yang sunah mengeraska dzikir? Syaikh Utsaimin menjawab: Yang sunah adalah membaca dengan keras. Namun jika dia menjadi imam, maka dianjurkan menyampaikan kepada semua makmum sebelumnya, kemudian ia berkata: Saudara-saudara, yang sunah adalah membaca dzikir dengan keras!”

Sumber
Read more ...

Mengkaji Ulang Tuduhan Hadis Palsu Kitab Ihya’ (Bag Akhir, IV)

Mengkaji Ulang Tuduhan Hadis Palsu Kitab Ihya’ (Bag Akhir, IV)
(Ibnu Jauzi telah menuduh 30-an hadis dalam kitab Ihya’ sebagai hadis palsu. Namun setelah dikaji ulang berdasarkan penilaian ahli hadis lainnya ternyata banyak mengandung kesalahan)

الجزء الرابع
Hadis XXV
No. 3737 Hal. 124

حديث " مَا عَظُمَتْ نِعْمَةُ اللهِ عَلَى عَبْدٍ إِلَّا كَثُرَتْ حَوَائِجُ النَّاسِ إِلَيْهِ فَمَنْ تَهَاوَنَ بِهِمْ عَرَضَ تِلْكَ النِّعْمَةَ لِلزَّوَالِ "
** أخرجه ابن عدي وابن حبان في الضعفاء من حديث معاذ بن جبل بلفظ " إِلَّا عَظُمَتْ مَؤُوْنَةُ النَّاسِ عَلَيْهِ ، فَمَنْ لَمْ يَحْتَمِلْ تِلْكَ الْمَؤُوْنَةَ . . . الحديث " رواه ابن حبان في الضعفاء من حديث ابن عباس وقال : إنه موضوع على حجاج الأعور .
‘Semakin besar nikmat dari Allah kepada seorang hamba, maka akan semakin banyak kebutuhan orang lain kepadanya. Barangsiapa yang mempermainkan orang-orang (yang membutuhkan tersebut), maka ia telah mempersiapkan lenyapnya nikmat tersebut’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dan Ibnu Hibban dalam kitab al-Dlu’afa’ dari Muadz bin Jabal dengan redaksi yang berbeda. Ibnu Hibban juga meriwayatkannya dalam kitab al-Dlu’afa’ dari Ibnu Abbas. Ibnu Hibban berkata: Hadis ini palsu, yang disampaikan oleh Hajjaj al-A’war)

Al-Sakhawi dan al-Fattanni:
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab al-Iman (No: 7400/7664), Abu Ya’la, dan al-‘Askari dari Muadz bin Jabal secara marfu’. Dari sekian riwayat yang ada, sebagian saling memperkuat yang lain (al-Maqashid al-Hasanah I/583 dan Tadzkirah al-Maudlu’at I/64)

Catatan Penulis:
Diriwayatkan juga oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Lisan al-Mizan (No: 937), al-Qudla’i dalam al-Musnad (No: 743), Musnad Syihab (No: 798) dan Ibnu Abi al-Dunya dalam Qada’ al-Hawaij-nya (No: 48)

Hadis XXVI
No. 3377 Hal. 296

حديث " معاذ الطويل "
 ** بطوله في صعود الحفظة بعمل العبد ورد الملائكة له من كل سماء ورد الله تعالى له بعد ذلك عزاه المصنف إلى رواية عبد الله بن المبارك بإسناده عن رجل عن معاذ وهو كما قال رواه في الزهد وفي إسناده كما ذكر من لم يسم ، ورواه ابن الجوزي في الموضوعات
‘Sesungguhnya Allah menciptakan tujuh malaikat sebelum Allah menciptakan langit dan bumi, kemudian Allah menciptakan langit dan menjadikan malaikat sebagai penjaga pintu di setiap langit. Maka malaikat pencatat amal naik ke langit dengan membawa amal seseorang sejak pagi hingga sore. Amal itu bercahaya seperti matahari, hingga ketika naik ke langit yang paling rendah, amal itu dibersihkan. Malaikat penjaga itu berkata kepada malaikat pencatat amal: Pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat penjaga ghibah (ngrumpi/rasan-rasan). Aku ditugaskan oleh Tuhanku agar tidak meninggalkan perbuatan orang yang suka ngrumpi. Kemudian datang malaikat pencatat yang membawa amal saleh, ia membersihkannya dan memperbanyaknya, sehingga ketika sampai ke langit kedua, malaikat penjaga berkata: Berhenti dan pukulkan amal ini ke muka pemiliknya. Ia menghendaki dengan amalnya ini untuk mencari kesenangan dunia. Saya diperintahkan oleh Tuhan saya supaya tidak meninggalkannya. Malaikat pencatat amal naik dengan membawa amal yang bercahaya, amal sedekah, puasa dan salat. Malaikat pencatat terkagum-kagum dan melewati langit ketiga. Malaikat penjaga berkata: Berhenti dan pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat ‘sombong’ yang diperintahkan oleh Tuhanku agar tidak meninggalkan amalnya. Malaikat pencatat amal membawa amal seseorang yang berkilau seperti bintang, amal tasbih, salat, haji dan umrah, hingga ia melewati langit keempat. Malaikat penjaga berkata: Berhenti dan pukulkan amal ini ke perut dan pantat pemiliknya. Aku adalah malaikat ‘bangga diri’. Tuhanku memerintahkan aku agar tidak meninggalkan orang yang suka membanggakan diri. Malaikat pencatat membawa amal yang seperti pengantin yang dihias ke langit kelima. Malaikat penjaga berkata: Berhenti dan pukulkan ke wajah pemiliknya dan bebankan ke pundaknya. Aku adalah malaikat ‘dengki’, dia telah iri hati kepada orang-orang yang belajar dan beramal, dan dia selalu iri terhadap orang yang mendapat kebaikan dalam ibadah, Tuhanku memerintahkan aku agar tidak meninggalkannya. Malaikat pencatat membawa amal ibadah salat, zakat, haji, umrah dan puasa, mereka melewati langit keenam. Maka malaikat penjaga berjata: Berhenti dan pukulkan ke wajah pemiliknya. Dia tidak memiliki belas kasihan sedikitpun pada orang lain, jika orang lain ditimpa musibah, maka ia bergembira. Aku adalah malaikat ‘kasih sayang’ Tuhanku memerintahkanku agar tidak meninggalkan amalnya . Malaikat pencatat itu membawa amal ibadah puasa, salat, nafkah, zakat, ijtihad dan wira’i, amal itu menggelegar seperti petir dan bersinar seperti matahari, amal itu dikawal oleh 3000 malaikat dan melewati langit ketujuh. Malaikat penjaga berkata: Berhenti dan pukulkan ke wajah dan tubuhnya, kuncilah di dalam hatinya. Aku menjadi penghalang bagi setiap amal yang tidak bertujuan mencari ridla Tuhan. Dia beramal tidak karena Allah, dia menginginkan  pangkat dan popularitas di kotanya. Aku diperintahkan oleh Tuhanku agar tidak meninggalkan amal tersebut. Setiap amal yang dilakukan tidak karena Allah, maka dia telah berbuat riya’ (pamer). Dan Allah tidak menerima amal orang yang penuh pamrih..... (al-Iraqi: Hadis yang panjang ini tentang naiknya malaikat pencatat amal dan peNo:lakan para malaikat di setiap langit, sebagaimana menurut al-Ghazali, adalah riwayat Abdullah Ibnu Mubarak dari Muadz, begitu juga dalam kitab al-Zuhd yang salah satu perawinya tidak disebut. Hadis ini dicantumkan oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitab al-Maudlu’at)

Ibnu al-Jauzi:
Hadis ini palsu yang dikarang oleh seorang yang sudah masyhur, Ahmad bin Abdullah al-Juwaibari dari Yahya bin Salam al-Ifriqi dari Tsaur bin Yazid. Juwaibari adalah manusia paling dusta yang sudah banyak memalsukan hadis Rasul Saw tanpa terhitung. Abdullah bin Wahb adalah tukang pemalsu hadis. Ibnu Hibban menyebutnya: Dia adalah Dajjal, yang memalsukan hadis. Qasim al-Makfuf digolongkan oleh Ibnu Hibban sebagai pemalsu hadis. Di jalur riwayat lain ada Abd al-Wahid bin Zaid, menurut Yahya bin Ma’in: Dia tidak ada apa-apanya. Menurut al-Bukhari, Nasa’i, dan Fallas: Dia matruk. Sedangkan perawi Ya’qub, Ahmad, Hasan, Ali bin Ibrahim adalah orang-orang yang tidak diketahui. Dari jalur Ali, kami tidak meragukan lagi kepalsuannya. Ada banyak perawi yang tidak diketahui, baik identitasnya maupun perilakunya. Diantara perawinya adalah Qasim bin Ibrahim, yang meriwayatkan hadis tanpa ada dasarnya. (al-Maudlu’at III/161)

Jalaluddin al-Suyuthi
secara umum Jalaluddin al-Suyuthi sependapat dengan Ibnu al-Jauzi (al-La’ali al-Mashnu’ah II/284)

Ali al-Kannani:
Hadis ini disebutkan oleh al-Hafidz al-Mundziri dalam kitabnya al-Targhib dari kitab al-Zuhd karya Ibnu Mubarak. Al-Mundziri berkata: Tanda-tanda kepalsuan hadis ini sudah tampak baik secara riwayat maupun teks hadisnya. Wallahu A’lam. (Tanzih al-Syariah II/289)

Hadis XXVII
No. 4138 Hal. 305

حديث " إِنَّ اللهَ يَتَجَلَّى لِلنَّاسِ عَامَّةً وَلِأَبِي بَكْرٍ خَاصَّةً "
** أخرجه ابن عدي من حديث جابر . وقال باطل بهذا الإسناد وفي الميزان للذهبي أن الدارقطني رواه عن المحاملي عن علي بن عبدة وقال الدارقطني أن علي بن عبدة كان يضع الحديث ورواه ابن عساكر في تاريخ دمشق وابن الجوزي في الموضوعات من حديث جابر وأبي بردة وعائشة .
‘Sesungguhnya Allah menampakkan kepada manusia secara umum, dan kepada Abu Bakar secara khusus’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dari riwayat Jabir. Ia berkata: Hadis ini batil dengan sanad tersebut. Disebutkan dalam kitab Mizan al-I’tidal, al-Dzahabi, bahwa Daruqutni meriwayatkannya dari al-Mahamili dari Ali bin Abadah. Daruqutni berkata, bahwa Ali bin Abadah memalsukan hadis. Ibnu ‘Asakir juga meriwayatkannya dalam kitab Tarikh Damaskus (XXX/160-163). Dan Ibnu al-Jauzi mencantumkannya dalam kitab al-Maudlu’at)

Ibnu al-Jauzi:
Hadis ini tidak benar dari semua jalur riwayatnya. Dari jalur riwayat Anas yang pertama, maka disana ada Muhammad bin Abdi, menurut Abu Bakar al-Khatib: Hadis ini tidak ada dasarnya bagi orang yang memiliki pengetahuan, Muhammad bin Abdi telah memalsukan hadis baik secara sanad maupun matan (teks hadis). Yang kedua terdapat Banus, dia majhul tidak diketahui.
Dari jalur riwayat Jabir yang pertama, Muhammad bin Khalid menjadi perawi tunggal, yang dituduh sebagai pendusta. Yang kedua ada Ali bin Abadah, menurut Daruquthni: Dia memalsukan hadis. (al-Maudlu’at I/307)

Jalaluddin al-Suyuthi:
Ibnu Hibban memiliki dua jalur riwayat. Riwayat pertama terdapat perawi yang bernama Ahmad al-Yamami, ia dituduh sangat pendusta. Riwayat kedua terdapat perawi bernama Abdullah bin Waqid, ia dinilai matruk. Tetapi Ahmad bin Hanbal mengomentarinya: Dia tidak memiliki kesalahan yang berarti. Dari jalur lain adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Husain bin Basyran dalam kitab Fawaid-nya dari Ali bin Abi Thalib (al-La’ali al-Mashnu’ah I/263)

Al-Fattanni:
Hadis ini punya banyak riwayat. Dari Anas dan Jabir ada banyak jalur riwayat, dari Abu Hurairah hanya satu riwayat. Tetapi kesemuanya tersebut memiliki kelemahan. Sementara dari jalur riwayat Aisyah belum ada yang mengomentarinya, para perawinya adalah orang-orang terpercaya kecuali Abu Qatadah (Abdullah bin Waqid) yang masih diperselisihkan. Dengan demikian, riwayat ini sesuai dengan standar kriteria hadis hasan (Tadzkirah al-Maudlu’at I/93)

Catatan Penulis:
Diriwayatkan juga oleh al-Hakim (No: 4463) dan Abu Nuaim (al-Hilyah V/11).

Hadis XXVIII
No. 4238 Hal. 376

حديث " مَا مِنْ عَبْدٍ يُخْلِصُ ِللهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا إِلَّا ظَهَرَتْ يَنَابِيْعُ الْحِكْمَةِ مِنْ قَلْبِهِ عَلَى لِسَانِهِ "
** أخرجه ابن عدي ومن طريقه ابن الجوزي في الموضوعات عن أبي موسى وقد تقدم .
‘Tidak seorangpun yang ikhlas kepada Allah selama 40 hari, kecuali akan tampak pancaran sumber hikmah dari dalam hatinya yang keluar melalui mulutnya’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dan Ibnu al-Jauzi dalam kitab al-Maudlu’at dari Abu Musa)

Ibnu al-Jauzi:
Hadis ini tidak benar jika dari Rasulullah Saw. Sebab dari jalur Abu Ayyub, terdapat seorang perawi bernama Yazid bin Abd al-Raman al-Wasithi, menurut Ibnu Hibban, dia sering salah, buruk praduganya, kontradiksi dengan perawi yang lebih terpercaya, tidak boleh berdalil dengan dia. Ada lagi yang bernama Hajjaj, dia dinilai negative. Begitu pula Muhammad bin Ismail, dia majhul. Seorang perawi yang bernama Makhul tidak pernah berjumpa dengan Abu Ayyub, para ulama menilai Makhul lemah hadisnya.
Dari jalur Abu Musa, Ibnu ‘Adi menilai hadis ini munkar. Terdapat perawi yang majhul, yaitu Abd al-Malik. Sementara dari jalur Ibnu Abbas, terdapat perawi yang dikomentari oleh Ahmad dan Nasa’i: Siwar bin Mush’ab adalah matruk. Yahya bin Ma’in berkata: Dia tidak dipercaya, hadisnya tidak boleh ditulis (al-Maudlu’at III/145)

Jalaluddin al-Suyuthi:
Hadis ini memiliki jalur lain yang tidak menyebutkan Muhammad bin Ismail dan Yasid (keduanya dinilai sangat lemah), yaitu dari Makhul secara mursal. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim (al-Hilyah X/70), Hannad dalam kitab al-Zuhd (No: 678), Ibnu Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf (No: 34344), dan diperkuat oleh hadis Ibnu Abi al-Dunya dalam kitab Dzamm al-Dunya (dan al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab al-Iman No: 10531) dari Shafwan bin Salim secara mursal, yang berbunyi:
مَنْ زَهَدَ فِي الدُّنْيَا أَسْكَنَ اللهُ الْحِكْمَةَ فِي قَلْبِهِ
‘Barangsiapa berperilaku zuhud di dunia, Allah akan memasukkan kata hikmah ke dalam hatinya.’ (al-La’ali al-Mashnu’ah II/277)

Ali al-Kannani:
Hadis ini melalui jalur Ibnu Abbas disebutkan oleh Ruzain al-‘Abdari dalam kitab Jami’-nya. Al-Hafidz al-Mundziri berkata: Saya tidak temukan hadis tersebut dengan sanad yang sahih atau hasan, hadis ini hanya ditemukan dalam kitab-kitab dlaif, seperti kitab al-Kamil V/307 (Ibnu ‘Adi) dan lainnya. (Tanzih al-Syariah II/305)

Al-Sakhawi:
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam kitab al-Hilyah dari jalur Makhul dari Abu Ayyub secara mursal, dan sanadnya dlaif. Imam Ahmad juga meriwayatkannya dalam kitab al-Zuhd secara mursal, tanpa menyebut Abu Ayyub (al-Maqashid al-Hasanah I/209)

Catatan Penulis:
Diriwayatkan juga oleh Ibnu Mubarak (al-Zuhd No: 1014) dan Musnad al-Qudla’i (No: 466).

Hadis XXIX
No. 4291 Hal. 409

حديث " تَفَكُّرُ سَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سَنَةٍ "
** أخرجه ابن حبان في كتاب العظمة من حديث أبي هريرة بلفظ ستين سنة بإسناد ضعيف ومن طريقه ابن الجوزي في الموضوعات ورواه أبو منصور الديلمي في مسند الفردوس من حديث أنس بلفظ " ثمانين سنة " وإسناده ضعيف جدا ورواه أبو الشيخ من قول ابن عباس بلفظ " خير من قيام ليلة " .
‘Berfikir sejenak lebih utama daripada ibadah selama satu tahun’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Abu Syaikh [Ibnu Hibban] dalam kitab al-‘Adzamah dari riwayat Abu Hurairah dengan redaksi ’60 tahun’ dengan sanad yang lemah. Dan Ibnu al-Jauzi mencantumkannya dalam kitab al-Maudlu’at. Juga diriwayatkan oleh Abu Mansur al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus dari riwayat Anas dengan redaksi ’80 tahun’, sanadnya sangat lemah. Begitu pula Abu Syaikh dari ucapan Ibnu Abbas dengan teks ‘lebih baik daripada ibadal semalam’)

Ibnu al-Jauzi:
Hadis ini tidak benar. Dalam sanadnya ada dua perawi yang sangat pendusta. Pertama Ishaq bin Najih, Ahmad berkata: Dia manusia paling dusta. Yahya bin Ma’in berkata: Dia dikenal pendusta dan pemalsu hadis. Al-Fallas berkata: Dia berdusta atas nama Nabi Muhammad Saw secara terang-terangan. Kedua adalah Utsman, menurut Ibnu Hibban: Dia memalsukan hadis atas nama orang-orang terpercaya (al-Maudlu’at III/144)

Jalaluddin al-Suyuthi:
Hadis ini diperkuat oleh riwayat al-Dailami dan Abu Syaikh (Ibnu Hibban) dalam kitab al-Adzamah. (al-La’ali al-Mashnu’ah II/276)

Hadis XXX
No. 4385 Hal. 463

حَدِيْثُ " قَالَ لِي جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ لِيَبْكِ الْإِسْلَامُ عَلَى مَوْتِ عُمَرَ "
** أخرجه أبو بكر الآجري في كتاب الشريعة من حديث أبي بن كعب بسند ضعيف جدا وذكره ابن الجوزي في الموضوعات
‘Jibril berkata kepadaku bahwa (umat) Islam akan menangis atas kematian Umar’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Abu Bakr al-Ajuri dalam kitab al-Syariah dari riwayat Ubay bin Ka’ab dengan sanad yang sangat lemah. Dan Ibnu al-Jauzi mencantumkannya dalam kitab al-Maudlu’at)

Al-Haitsami:
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tabrani, salah satu perawinya adalah Habib, sekretaris raja, dia adalah matruk dan sangat pendusta. (Majma’ al-Zawaid IV/101)

Sumber
Read more ...

Mengkaji Ulang Tuduhan Hadis Palsu Kitab Ihya’ (Bag III)

Mengkaji Ulang Tuduhan Hadis Palsu Kitab Ihya’ (Bag III)
(Ibnu Jauzi telah menuduh 30-an hadis dalam kitab Ihya’ sebagai hadis palsu. Namun setelah dikaji ulang berdasarkan penilaian ahli hadis lainnya ternyata banyak mengandung kesalahan)

فى الجزء الثالث
Hadis XVII
No. 2764 Hal. 80

حَدِيْثُ نَافِعٍ : عَنِ ابْنِ عُمَرَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ e يَقُوْلُ " أَيُّمَا امْرِئٍ اشْتَهَى شَهْوَةً فَرَدَّ شَهْوَتَهُ وَآثَرَ بِهَا عَلَى نَفْسِهِ غَفَرَ اللهُ لَهُ " (مرتين)
** أخرجه أبو الشيخ ابن حبان في كتاب الثواب بإسناد ضعيف جدا ورواه ابن الجوزي في الموضوعات .
‘Barang siapa yang memiliki hasrat birahi, kemudian ia menolak syahwatnya tersebut dan mengalahkan nafsunya, maka Allah akan mengampuninya’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Abu Syaikh Ibnu Hibban dalam kitab al-Tsawab dengan sanad yang sangat lemah. Dan Ibnu al-Jauzi mencantumkannya dalam kitab al-Maudlu’at)

Ibnu al-Jauzi:
Hadis ini palsu, diduga pelakunya adalah Amr bin Khalid (al Maudluat III/138)

Jalaluddin al-Suyuthi:
Hadis ini palsu, diduga pelakunya adalah Amr bin Khalid al-Wasithi. (al-La’ali al-Mashnu’ah II/272)

Al-Dzahabi:
Ibnu Hibban berkata: ‘Amr bin Khalid adalah orang terpercaya yang sudah masyhur (Mizan al-I’tidal III/258)

Ibnu ‘Asakir:
Daruquthni berkata bahwa hadis ini adalah Gharib (asing) dari riwayat Habib dari Nafi’. ‘Amr bin Khalid menjadi perawi tunggal. (Tarikh Dimasyqa XXXI/142)

Hadis XVIII
No. 1407 Hal. 30

حَدِيْثُ " شَكَوْتُ إِلَى جِبْرِيْلَ ضُعْفِي عَنِ الْوِقَاعِ فَدَلَّنِي عَلَى اْلَهرِيْسَةِ " مرتين
** أخرجه ابن عدي من حديث حذيفة ، وابن عباس ، والعقيلي من حديث معاذ وجابر بن سمرة ، وابن حبان في الضعفاء من حديث حذيفة ، والأزدي في الضعفاء من حديث أبي هريرة بطرق كلها ضعيفة . قال ابن عدي : موضوع ، وقال العقيلي : باطل
‘Saya mengadu kepada Jibril tentang lemah syahwat yang saya alami, ia memberi petunjuk supaya mengkonsumsi Harisah (sejenis adonan yang terbuat dari susu dan madu).’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dari riwayat Hudzaifah dan Ibnu Abbas, oleh al-Uqaili dari Muadz dan Jabir bin Samurah, oleh Ibnu Hibban dalam kitab al-Dlu’afa’ dari Hudzaifah, oleh al-Azdi dalam kitab al-Dlu’afa’ dari Abu Hurairah, semuanya dengan sanad yang dlaif. Ibnu ‘Adi mengatakan: Hadis tersebut adalah palsu. Al-Uqaili berkata: Ini Hadis batil)

Al-Fattanni:
Semua jalur sanadnya adalah dlaif, dan ada yang mengatakan palsu. (Tadzkirah al-Maudluat I/63)

Al-’Ajluni dan al-Fattanni:
Hadis-hadis yang berkaitan dengan makanan Harisah tidak ada yang sahih. Hadis-hadis tersebut dibuat-buat oleh Muhammad bin Hajjaj al-Lakhmi, penjual makanan Harisah (supaya jualannya laku). (Kasyf al-Khafa’ I/175 dan Tadzkirah al-Maudlu’at I/145)

Hadis XIX
No. 3269 Hal. 237

حَدِيْثُ " السَّخَاءُ شَجَرَةٌ مِنْ شَجَرِ الْجَنَّةِ أَغْصَانُهَا مُتَدَلِّيَةٌ إِلَى الْأَرْضِ فَمَنْ أَخَذَ بِغُصْنٍ مِنْهَا قَادَهُ ذَلِكَ الْغُصْنُ إِلَى الْجَنَّةِ "
** أخرجه ابن حبان في الضعفاء من حديث عائشة وابن عدي والدارقطني في المستجاد من حديث أبي هريرة وسيأتي بعده وأبو نعيم من حديث جابر وكلاهما ضعيف ورواه ابن الجوزي في الموضوعات من حديثهم ومن حديث الحسين وأبي سعيد
‘Dermawan adalah sebuah pohon di surga, yang dahannya terurai ke bumi. Barangsiapa yang berpegang pada salah satu dahannya tersebut, ia akan menuntunnya ke surga’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan Ibnu Hibban dalam kitab al-Dlu’afa’ dari Aisyah, oleh Ibnu ‘Adi dan Daruqutni dalam kitab al-Mustajad dari riwayat Abu Hurairah, oleh Abu Nuaim dari riwayat Jabir, kedua sanadnya dlaif. Ibnu al-Jauzi mencantumkannya dalam kitab al-Maudlu’at dari semua jalur)

Ibnu al-Jauzi:
Hadis ini dari semua jalurnya tidak benar. Pertama, dari jalur Husain, terdapat perawi Said bin Maslamah, yang menurut Yahya bin Ma’in: Dia tidak ada apa-apanya. Kedua, jalur Abu Hurairah, perawinya adala Abd al-Aziz bin Imran, menurut Yahya bin Ma’in: Dia tidak dipercaya. Menurut Nasa’i: Dia matruk hadisnya. Menurut al-Bukhari: Hadisnya tidak ditulis. Begitu juga perawi Ibrahim bin Ismail, menurut Yahya bin Ma’in: Dia tidak ada apa-apanya. Ada juga Dawud bin Husain, menurut Ibnu Hibban: Riwayat hadisnya harus dijauhi. Daruquthni berkata: Hadis A’raj adalah palsu. Yahya bin Ma’in berkata: Amr bin Jami’ tidak dipercaya, Ma’mun adalah pendusta yang buruk, dan Said bin Muhammad tidak ada apa-apanya. Ketiga, dari jalur Abu Said, diantara perawinya adalah Muhammad bin Maslamah, yang dinilai sangat lemah oleh Lalikani dan Khallal. Keempat, jalur Jabir, diantara perawinya adalah ‘Ashim bin Abdillah yang dinilai dlaif oleh apa para ulama, juga ada Abd al-Aziz bin khaldun, dinilai oleh Yahya bin Ma’in: Dia tidak ada apa-apanya, sangat pendusta, mengaku-ngaku meriwayatkan hadis yang sama sekali tidak diwahyukan oleh Allah. Kelima, dari jalu Aisyah, perawinya adalah Ismail bin Ubbad, menurut Daruquthni: Dia matruk. (al-Maudlu’at II/182)

Jalaluddin al-Suyuthi:
Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi (Syu’ab al-Iman No: 10449, ia menilainya dlaif) dan al-Khatib. Teks riwayat al-Khatib adalah:  
عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِيِّ e إِنَّ السَّخَاءَ شَجَرَةٌ فِي الْجَنَّةِ أَغْصَانُهَا فِي الدُّنْيَا فَمَنْ أَخَذَ بِغُصْنٍ مِنْهَا جَرَّهُ إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْبُخْلَ شَجَرَةٌ فِي النَّارِ أَغْصَانُهَا فِي الدُّنْيَا فَمَنْ أَخَذَ بِغُصْنٍ مِنْهَا جَرَّهُ إِلَى النَّارِ
‘Dermawan adalah sebuah pohon di surga, yang dahannya terurai ke bumi. Barangsiapa yang berpegang pada salah satu dahannya tersebut, ia akan menariknya ke surga. Dan kikir (pelit) adalah sebuah pohon di neraka, yang dahannya terurai ke bumi. Barangsiapa yang berpegang pada salah satu dahannya tersebut, ia akan menariknya ke neraka.’ ’Ashim dinilai dlaif, dan gurunya sangat pendusta (al-La’ali al-Mashnu’ah II/79)

Ali al-Kannani:
Penilaian hadis palsu ini dikaji ulang. Sebab hadis ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Hasan dan Abu Hurairah, ia menilainya dlaif. Sedangkan perawi Said bin Maslamah status hadisnya bernilai hasan apabila didukung riwayat lain. Dawud bin Hushain dinilai terpercaya oleh mayoritas ulama, dan ahli hadis yang enam (Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah). Kecacatannya karena ia berbuat bid’ah. Dengan demikian, jalur tunggal ini saja sudah baik (jayyid), apalagi didukung riwayat lain, seperti Ibnu ‘Asakir dari Anas, al-Baihaqi, al-Khatib dalam kitab al-Bukhala’ dan Ibnu ‘Asakir dari riwayat Abdullah bin Jarad (Tarikh Dimasyqa XXXXX/289). Menurut al-Baihaqi sanadnya dlaif. (Tanzih al-Syariah II/137)

Hadis XX
No. 3271 Hal. 244

حَدِيْثُ عَائِشَةَ " مَا جَبَلَ اللهُ وَلِيًّا لَهُ إِلَّا عَلَى السَّخَاءِ وَحُسْنِ الْخُلُقِ "
** أخرجه الدارقطني في المستجاد دون قوله " وحسن الخلق " بسند ضعيف ومن طريقه ابن الجوزي في الموضوعات وذكره بهذه الزيادة ابن عدي من رواية بقية عن يوسف بن أبي السفر عن الأوزاعي عن الزهري عن عروة عن عائشة ، ويوسف ضعيف جدا .
‘Allah tidak pernah memberi watak kepada kekasih-Nya kecuali dengan dermawan dan moral yang baik’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Daruqutni dalam kitab al-Mustajad tanpa redaksi ‘moral yang baik’ dengan sanad yang lemah, oleh Ibnu al-Jauzi dala kitab al-Maudlu’at, juga oleh Ibnu ‘Adi dari riwayat Baqiyah dari Yusuf bin Abi Safar dari Auza’i dari Zuhri dari ‘Urwah dari Aisyah. Yusuf adalah perawi yang sangat lemah)

Ibnu al-Jauzi:
Ini adalah hadis yang tidak benar. Abu Zur’ah dan Nasa’i berkata: Yusuf adalah matruk. Ibnu Hibban berkata: Tidak boleh berdalil dengan Yusuf. (al-Maudlu’at II/179)

Jalaluddin al-Suyuthi:
Daruquthni berkata bahwa yusuf berdusta, hadisnya tidak kuat (al-La’ali al-Mashnu’ah II/77)

Al-’Ajluni:
Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Dailami dari Aisyah secara marfu’ dengan sanad yang lemah. Hadis ini diperkuat oleh riwayat lain, diantaranya:
وَمِنْ شَوَاهِدِهِ مَا رَفَعَهُ أَنَسٌ قَالَ e أَنَّ بُدَلَاءَ أُمَّتِي لَمْ يَدْخُلُوْا اْلجَنَّةَ بِصَوْمٍ وَلَا صَلَاةٍ وَلَكِنْ بِرَحْمَةِ اللهِ وَسَخَاءِ الْأَنْفُسِ وَالرَّحْمَةِ لِلْمُسْلِمِيْنَ
‘Sesungguhnya para wali Abdal dari umatku tidak masuk ke surga karena salat puasa dan salat, tetapi karena rahmat dari Allah, jiwa yang dermawan dan kasih sayang kepada umat Islam.’ (Kasyf al-Khafa’ II/185)

Hadis XXI
No. 3277 Hal. 244

حَدِيْثُ ابْنِ عَبَّاسٍ " تَجَافُوْا عَنْ ذَنْبِ السَّخِيّ فَإِنَّ اللهَ آخِذٌ بِيَدِهِ كُلَّمَا عَثَرَ "
** أخرجه الطبراني في الأوسط والخرائطي في مكارم الأخلاق . وقال الخرائطي " أَقِيْلُوْا السَّخِيَّ زُلَّتَهُ " وفيه ليث بن أبي سليم مختلف فيه ورواه الطبراني فيه وأبو نعيم من حديث ابن مسعود نحوه بإسناد ضعيف ورواه ابن الجوزي في الموضوعات من طريق الدارقطني .
‘Bersikaplah pemaaf atas kesalahan orang yang dermawan. Sebab Allah akan memegang tangannya setiap ia terlepas’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab Mu’jam al-Ausath (No: 5871), oleh al-Kharaithi dalam kitab Makarim al-Akhlaq dengan teks yang berbeda. Di dalam sanadnya terdapat Laits bin Abi Salim yang masih diperselisihkan, juga diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Nuaim dari riwayat Ibnu Mas’ud, dengan sanad yang lemah. Dan Ibnu al-Jauzi mencantumkannya dalam kitab al-Maudlu’at dari jalur Daruqutni)

Ibnu al-Jauzi:
Dalam riwayat ini, Abd al-Rahim bin Hammad menjadi perawi tunggal. Al-Uqaili berkata: Abd al-Rahim bercerita kepada A’masy dengan sesuatu yang bukan hadisnya. (al-Maudlu’at II/185)

Jalaluddin al-Suyuthi:
Hadis ini dengan jalur sanad yang sama juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab al-Iman (No: 10444 - 10445). Ia berkata bahwa sanadnya dhaif. Tuduhan bahwa Abd al-Rahim bin Hammad al-Tsaqafi menjadi perawi tunggal juga tidak benar, karena Thabrani dalam kitab Mu’jam al-Ausath (No: 5871), Ibnu ‘Asakir, Abu Nuaim dalam kitab al-Hilyah (IV/108) dan al-Khatib dalam kitab al-Tarikh juga meriwayatkan hadis tersebut dari jalur riwayat yang lain. (al-La’ali al-Mashnu’ah II/80)

Ali al-Kannani:
Dalam kitab Lisan al-Mizan (Ibnu Hajar) disebutkan bahwa Ibnu Hibban memasukan Abd al-Rahman ke dalam kategori orang-orang terpercaya (Tanzih al-Syariah II/138)

Catatan Penulis:
Diriwayatkan juga oleh al-Qudla’i dalam kitab al-Musnad (No: 677) dan Musnad Syihab (No: 726). Hadis ini secara kandungan makna memiliki banyak riwayat dengan teks hadis yang berbeda-beda, perawinya sebagian ada yang sahih dan ada yang dlaif. (al-Haitsami, Majma’ al-Zawaid III/120)

Hadis XXII
No. 3265 Hal. 236

حَدِيْثُ " أَبَى اللهُ أَنْ يَرْزُقَ عَبْدَهُ الْمُؤْمِنَ إِلَّا مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ "
** أخرجه ابن حبان في الضعفاء من حديث على بإسناد واه ، ورواه ابن الجوزي في الموضوعات .
‘Allah enggan untuk memberi rezeki kepada hamba-Nya yang mukmin kecuali dari arah yang tak terduga’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab al-Dlu’afa’ dari hadis Ali dengan sanad yang sangat lemah, dan disebutkan oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitab al-Maudlu’at)

Ibnu al-Jauzi:
Abu Hatim dan Ibnu Hibban: Hadis ini palsu. Dalam riwayat ini terdapat Ahmad bin Dawud, dia yang memalsukan hadis. Menurut Daruqutni: Dia matruk dan sangat pendusta (al-Maudlu’at II/153)

Jalaluddin al-Suyuthi:
al-Hafidz Ibnu Hajar mengomentari hadis ini dalam kitab Lisan al-Mizan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abd al-Barr dalam kitab al-Tamhid. Riwayat ini juga didukung oleh al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab al-Iman (No: 1197) dan menilai sanadnya dlaif, juga oleh al-Hakim dalam kitab al-Tarikh-nya. (al-La’ali al-Mashnu’ah II/59)

Al-Fattanni:
Hadis ini juga dinilai palsu oleh al-Shaghani (sebagaimana Ibnu al-Jauzi). Dijelaskan dalam kitab al-La’ali (al-Suyuthi) bahwa hadis panjang ini memiliki banyak riwayat yang mengeluarkannya dari kategori hadis palsu. Dalam kitab al-Maqashid (al-Sakhawi) disebutkan bahwa sanadnya sangat lemah, maknanya sesuai dengan QS. Al-Talaq: 3. (Tadzkirah al-Maudlu’at I/190)

Catatan Penulis:
Diriwayatkan pula oleh al-Qudla’i dalam al-Musnad (No: 554), Musnad Syihab (No: 585) dan al-Dailami dalam Musnad-nya (I/80). Begitu pula diriwayatkan oleh al-‘Askari dengan sanad yang sembrono (al-Munawi, Faidl al-Qadir I/71)

Hadis XXIII
No. 3286 Hal. 240

حَدِيْثُ عَائِشَةَ " الْجَنَّةُ دَارُ الْأَسْخِيَاءِ "
** أخرجه ابن عدي والدارقطني في المستجاد والخرائطي قال الدارقطني لا يصح ومن طريقه رواه ابن الجوزي في الموضوعات . وقال الذهبي حديث منكر ما آفته سوى جحدر قلت رواه الدارقطني فيه من طريق آخر وفيه محمد بن الوليد الموقري وهو ضعيف جدا .
‘Surga adalah rumah orang-orang yang dermawan’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dan Daruqutni dalam kitab al-Mustajad dan al-Kharaithi (Makarim al-Akhlaq No: 561). Daruqutni berkata: Hadis ini tidak sah. Dari jalur ini Ibnu al-Jauzi mencantumkannya dalam kitab al-Maudlu’at. Al-Dzahabi berkata: Hadis ini munkar, tidak lain bersumber dari Jahdar. Al-Iraqi: Daruqutni juga meriwayatkannya dengan jalur sanad yang lain, terdapat seorang perawi Muhammad bin Walid al-Muqiri yang sangat lemah)

Ibnu al-Jauzi:
Ibnu ‘Adi berkata: Jahdar mencuri hadis, dia meriwayatkan hadis-hadis munkar dan menambah-nambah sanad. Daruquthni berkata: Hadis ini tidak benar. (al-Maudlu’at II/185)

Jalaluddin al-Suyuthi:
Hadis ini diriwayatkan oleh Daruquthni dalam kitab Mustajad, al-Kharaithi dalam kitab Makarim al-Akhlaq (No: 561) dan Thabrani dalam kitab Mu’jam al-Ausath. Jahdar bernama Ahmad bin Abd al-Rahman bin Haris, dia diperkuat dalam riwayat lain. Al-Khatib dalam kitab al-Bukhala’ meriwayatkan hadis yang sama dari Anas, tetapi dalam sanad ini terdapat perawi bernama Ibrahim bin Bakr al-Syaibani yang dinilai matruk (al-La’ali al-Mashnu’ah II/81)

Ali al-Kannani:
Riwayat Jahdar diperkuat oleh Baqiyyah, ia lebih baik perilakunya. (Tanzih al-Syariah II/138)

Al-’Ajluni:
Hadis ini diriwayatkan oleh Daruquthni dari jalur riwayat lain yang dlaif, tetapi memiliki hadis-hadis pendukung. Juga diriwayatkan oleh Abu Syaikh (Ibnu Hibban), al-Khatib dalam kitab al-Bukhala’, dan al-Dailami dari Anas dengan redaksi:
اْلجَنَّةُ دَارُ الْأَسْخِيَاءِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بَخِيْلٌ وَلَا عَاقٌّ وَالِدَيْهِ وَلَا مَنَّانٌ بِمَا أَعْطَى.
‘Surga rumah bagi orang dermawan. Demi Tuhan yang menguasai saya, tidak akan masuk surga orang yang kikir, yang durhaka pada kedua orang tuanya, dan orang yang selalu mengungkit-ungkit pemberiannya’ (Kasyf al-Khafa’ I/337)

Catatan Penulis:
Diriwayatkan juga oleh al-Qudla’i dalam al-Musnad (No: 111), Musnad Syihab (No: 117) dan al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus (2608)

Hadis XXIV
No. 3365 Hal. 268

حَدِيْثُ " إِنَّ اللهَ يَقُوْلُ لِلْمَلَائِكَةِ إِنَّ هَذَا لَمْ يُرِدْنِي بِعَمَلِهِ فَاجْعَلُوْهُ فِي سِجِّيْنٍ "
** أخرجه ابن المبارك في الزهد ومن طريقه ابن أبي الدنيا في الإخلاص وأبو الشيخ في كتاب العظمة من رواية حمزة بن حبيب مرسلا ورواه ابن الجوزي في الموضوعات .
‘Sesungguhnya Allah berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya orang ini tidak beramal untuk-Ku, maka letakkan ia di neraka Sijjin’ (Al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Ibnu Mubarak dalam kitab al-Zuhd, oleh Ibnu Abi al-Dunya dalam kitab al-Ikhlash, juga oleh Abu Syaikh [Ibnu Hibban] dalam kitab al-‘Adzamah dari riwayat Hamzah bin Habib secara Mursal. Dan Ibnu al-Jauzi mencantumkannya dalam kitab al-Maudlu’at)

Ishamuddin al-Shabithi:
Hadis ini dlaif (Jami’ al-ahadits al-Qudsiyah I/2)

Sumber
Read more ...
Designed By