Breaking News

Rabu, 22 Mei 2013

TAHLILAN (III) Dalil dan kajian Ilmiah Tentang Tahlilan yang tak terbantahkan oleh para penyebar Bid’ah.






MENGENAI MAKAN DIRUMAH DUKA,
sungguh Rasul saw telah melakukannya, dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadziy :

حديث عاصم بن كليب الذي رواه أبو داود في سننه بسند صحيح عنه عن أبيه عن رجل من الأنصار قال خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في جنازة فرأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على القبر يوصي لحافرا أوسع من قبل رجليه أوسع من قبل رأسه فلما رجع استقبله داعي امرأته فأجاب ونحن معه فجيء بالطعام فوضع يده ثم وضع القوم فأكلوا الحديث رواه أبو داود والبيهقي في دلائل النبوة هكذا في المشكاة في باب المعجزات فقوله فلما رجع استقبله داعي امرأته الخ نص صريح في أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أجاب دعوة أهل البيت واجتمع هو وأصحابه بعد دفنه وأكلوا


“riwayat Hadits riwayat Ashim bin Kulaib ra yg diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunannya dengan sanad shahih, dari ayahnya, dari seorang lelaki anshar, berkata : kami keluar bersama Rasul saw dalam suatu penguburan jenazah, lalu kulihat Rasul saw memerintahkan pada penggali kubur untuk memperlebar dari arah kaki dan dari arah kepala, ketika selesai maka datanglah seorang utusan istri almarhum, mengundang Nabi saw untuk bertandang kerumahnya, lalu Rasul saw menerima undangannya dan kami bersamanya, lalu dihidangkan makanan, lalu Rasul saw menaruh tangannya saw di makanan itu kamipun menaruh tangan kami dimakanan itu lalu kesemuanyapun makan. Riwayat Abu Dawud dan Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah, demikian pula diriwayatkan dalam AL Misykaah, di Bab Mukjizat, dikatakan bahwa ketika beliau saw akan pulang maka datanglah utusan istri almarhum.. dan hal ini merupakan Nash yg jelas bahwa Rasulullah saw mendatangi undangan keluarga duka, dan berkumpul bersama sahabat beliau saw setelah penguburan dan makan”.
(Tuhfatul Ahwadziy Juz 4 hal 67).

Dari Ahnaf bin Qeis ra berkata : “Ketika Umar ra ditusuk dan terluka parah, ia memerintahkan Shuhaib untuk membuat makanan untuk orang - orang” (Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar pada Mathalibul ‘Aliyah Juz 1 hal 199 No.709, dan ia berkata sanadnya Hasan)

Shohibul kitab Al Mughniy menjelaskan kemudian :


وان دعت الحجة الى ذلك جاز فاءنه ربما جاهم من يحضر ميتهم من القرى والأماكن البعيدة ويبيت عندهم ولا الا يمكنهم ان يضيفوه


Bila mereka melakukannya karena ada sebab/hajat, maka hal itu diperbolehkan, karena barangkali diantara yg hadir mayyit mereka ada yg berdatangan dari pedesaan, dan tempat tempat yg jauh, dan menginap dirumah mereka, maka tak bisa tidak terkecuali mereka mesti dijamu
(Almughniy Juz 2 hal 215)

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad didalam az-Zuhd dan al-Hafidz Abu Nu’aim didalam al-Hilyah tentang anjuran memberi makan setelah kematian ;

قال الإمام أحمد بن حنبل رضي الله عنه في كتاب الزهد له حدثنا هاشم بن القاسم قال ثنا الاشجعي عن سفيان قال قال طاووس إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام. قال الحافظ أبو نعيم في الحلية حدثنا أبو بكر بن مالك ثنا عبد الله بن أحمد ابن حنبل ثنا أبي ثنا هاشم بن القاسم ثنا الأشجعي عن سفيان قال قال طاووس إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعم عنهم تلك الأيام.

“Imam Ahmad bin Hanbal radliyallahu ‘anh berkata : “Menceritakan kepada kami Hisyam bin al-Qasim, ia berkata, menceritakan kepada kami al-Asyja’iy dari Sufyan, ia berkata : Thawus berkata, “sesungguhnya orang mati terfitnah (ditanya malaikat) didalam kubur mereka selama 7 hari, maka mereka mengajurkan supaya memberikan makanan (yang pahala) untuk mereka pada hari-hari tersebut”.(HR. Al Hafidh Imam Ibn Hajar pd Mathalibul ‘Aliyah Juz 1 hal 199 dan berkata sanadnya Kuat)

Al-Hafidz Abu Nu’aim berkata : “Menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Malik, menceritakan kepada kami Abdulllah bin Ahmad Ibnu Hanbal, menceritakan kepada kami Hisyam bin al-Qasim, menceritakan kepada kami al-Asyja’iy dari Sufyan, ia berkata, Thawus berkata : sesungguhnya orang mati terfitnah didalam kubur mereka selama 7 hari, maka mereka menganjurkan agar bersedekah makanan yang pahalanya untuk mereka pada hari-hari tersebut”

Dari Thaawus ra : “Sungguh mayyit tersulitkan di kubur selama 7 hari, maka merupakan sebaiknya mereka memberi makan orang – orang selama hari hari itu” (Diriwayatkan Oleh Al Hafidh Imam Ibn Hajar pd Mathalibul ‘Aliyah Juz 1 hal 199 dan berkata sanadnya Kuat).
Mengenai pengadaan makanan dan jamuan makanan pada rumah duka telah kuat dalilnya sebagaimana sabda Rasul saw : “Buatlah untuk keluarga Jakfar makanan sungguh mereka telah ditimpa hal yang membuat mereka sibuk” (diriwayatkan oleh Al Imam Tirmidziy No.998 dengan sanad hasan, dan di Shahihkan oleh Imam Hakim Juz 1/372)

Demikian pula riwayat shahih dibawah ini :

فلما احتضرعمر أمر صهيبا أن يصلي بالناس ثلاثة أيام ، وأمر أن يجعل للناس طعام فيطعموا حتى يستخلفوا إنسانا ، فلما رجعوا من الجنازة جئ بالطعام ووضعت الموائد، فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه ، فقال العباس بن عبد المطلب : أيها الناس !، إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قد مات فأكلنا بعده وشربنا ومات أبو بكر فأكلنا بعده وشربنا وإنه لابد من الاجل فكلوا من هذا الطعام ، ثم مد العباس يده فأكل ومد الناس أيديهم فأكلوا

Ketika Umar ra terluka sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan - hidangan ditaruhkan, orang - orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib ra : Wahai hadirin.., sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar ra dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang mesti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau ra mengulurkan tangannya dan makan, maka orang – orang pun mengulurkan tangannya masing - masing dan makan.
(Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqatul Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110)

Adapun mengenai persoalan menyediakan makanan kepada orang yang bertakziah hukumnya adalah boleh, berdasarkan hadits Nabi SAW :
“Dari Abdullah bin Amr ra,”Ada seorang laki-laki yang bertanya pada Nabi saw saw,”perbuatan apakah yang paling baik?.” Rasulullah saw menjawab,”memberi makan dan mengucapkan salam, baik kepada orang yang engkau kenal dan tidak.” (Shahih Bukhari : 11)

Hadits senada juga terdapat dalam Sunan Abi Dawud : 2894.
Juga diriwayatkan Al Baihaqi dalam Dalail An Nubuwwah, disebutkan oleh Syaikh Al Kirmani dalam Syarah Al Hadits Al Arba’in, hal 315, Syaikh Ibrahim Al Halabi dalam Munyah Al Mushalli, hal 131, Syaikh Abu Sa’id dalam Al Bariqah Al Muhammadiyah Al Tibrizi dalam Misykat Al Mashabih, halaman 544)

* Sedangkan dasar memperbanyak bacaan tahlil ( لااله الا الله ) adalah :

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Perbaharuilah iman kalian ?” para shahabat bertanya,”Bagaimana cara kami memperbaharui iman kami ya Rasulullah?.” Rasulullah menjawab,”Perbanyaklah membaca لااله الا الله (laa ilaaha illallah).” (Musnad Ahmad Bin Hanbal : 8353)

Hadits senada juga terdapat dalam Sunan Al Tirmidzi : 3514, Musnad Bin Hanbal : 20512

Anjuran Rasululllah saw untuk meperbanyak membaca لااله الا الله (laa ilaaha illallah) benar-benar diamalkan oleh para ualma sehigga di antara mereka ada yang menganjurkan membacanya, sampai 70.000 kali. Sebagaimana diungkapkan oleh Syaikh Abi Zaid Al Maliki Al Qurthubi :
“Saya mendengar dalam sebagian khabar (atsar) bahwa barangsiapa yang membaca لااله الا الله (laa ilaaha illallah) sebanyak 70,000 kali, maka bacaan itu menjadi penebusnya dari api neraka.” (Ifadah Al Thullab : 32)

Al ‘Allamah Ahmad bin Muhammad Al Wayili mengatakan :
“Adapun atsar tersebut, kami berpendapat ia memang shahih adanya” (Ifadah Al Thullab : 32).


ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ ﺑﺎﻟﺼﻮﺍﺏ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By